Selasa, 24 Februari 2015

PEMAHAMAN ALKITABIAH TENTANG MURKA ALLAH DALAM NAHUM 1:2 DAN PENERAPANNYA DALAM KEHIDUPAN GEREJA


Artikel Mahasiswa
 


PEMAHAMAN ALKITABIAH TENTANG MURKA ALLAH DALAM NAHUM 1:2 DAN PENERAPANNYA DALAM KEHIDUPAN GEREJA

                          Oleh : Rolly Ibrael[1]


Gereja merupakan tempat di mana umat atau jemaat bertemu dan berkomunikasi dengan Tuhan lewat pujian, penyembahan, doa dan Firman. Di samping itu, gereja juga menjadi tempat orang-orang mengungkapkan diri atau imannya, saling menyapa, mendengar dan menjawab, saling memberi dan menerima.Pada umumnya, tujuan utama jemaat datang bersekutu adalah untuk mendengarkan pemberitaan firman Tuhan atau khotbah.Seiring dengan perkembangan zaman, gereja saat ini cenderung lebih tertarik dengan khotbah-khotbah yang menyenangkan telinga.Gereja seakan terbuai dengan kasih Allah, pengampunan Allah, kemurahan Allah, dan berbagai topik-topik yang “enak” lainnya.Dan jemaat Allah lebih menyukai khotbah-khotbah yang semacam ini.
Sebuah kelemahan yang menjadi kebiasaan modern sepanjang perjalanan sejarah Gereja atau Kekristenan adalah mengabaikan topik  tentang murka Allah.[2] Padahal Alkitab sangat jelas menyatakan tentang hal tersebut, salah satunya tercatat dalam Nahum 1:2. Murka Allah dalam teks ini dijelaskan oleh dua kata penting yaitu cemburu dan pembalas.Murka Allah merupakan salah satu topik yang dibicarakan oleh para penulis Alkitab.Jika kita membayangkan kecemburuan dalam diri Allah, maka hal itu adalah mustahil karena Allah adalah baik adanya.Begitujuga kalau kita membayangkan murka dalam diri Allah, rasanya tidak mungkin karena Allah adalah Kasih.
Alkitab menuliskan kebenaran tentang murka Allah. Jika itu diabaikan maka akan menimbulkan penyesatan kepercayaan. Manusia cenderung hanya memikirkan tentang Allah yang maha Kasih dan juga pengampun. Itu sama saja dengan penganut paham universalisme[3] yang menyatakan bahwa Allah pada akhirnya akan mengampuni semua orang dan semuanya pasti selamat.
Jika hal itu benar, maka gereja pasti akan bersifat acuh tak acuh terhadap kejahatan. Orang-orang yang berbuat jahat pasti akan semakin jahat dan tidak akan pernah menyadari kesalahan mereka. Orang-orang pada akhirnya akan berpikir, karena pada akhirnya semua akan diampuni dan diselamatkan, maka tidak masalah jika kita melakukan tindakan yang jahat.
Bahkan penginjilan pun akan menjadi suatu berita yang tidak penting lagi. Kecenderungan untuk hidup dalam dunia yang sinkretisme akan semakin berkembang bahkan juga pluralisme agama-agama akan dianggap sebagai suatu hal yang biasa dan bukan sebagai sebuah masalah yang harus diperangi oleh umat Kristen atau gereja pada masa kini. Sedangkan Allah sendiri tidak menghendaki kehidupan yang didalamnya ada sinkretisme ataupun pluralisme. Sebab kehidupan yang diwarnai oleh sinkretisme dan pluralisme akan cenderung membuat gereja pada akhirnya tidak memiliki fokus iman yang benar kepada Allah. Hal tersebut akan membuat Allah pada akhirnya murka terhadap umatNya.
Sangat penting bagi gereja untuk memiliki pemahaman yang benar tentang murka Allah. Kita tidak akan mengenal Allah dengan baik jika hanya melihat dari sifat Allah yang pengasih dan penyayang tetapi mengabaikan murkaNya. Pemahaman yang keliru tentang murka Allah membuat orang-orang beranggapan bahwa Allah itu adalah Allah yang kejam. Pemahaman ini cenderung membanding-bandingkan antara Allah dalam Perjanjian Lama dan Allah dalam Perjanjian Baru, sehingga memunculkan sebuah anggapan bahwa Allah Perjanjian Lama berbeda dengan Allah Perjanjian baru. Allah PL adalah Allah yang kejam sedangkan Allah PB adalah Allah yang Mahakasih.[4] Oleh sebab itu dalam tulisan ini akan dipaparkan salah satu teks yang menuliskan tentang murka Allah, khususnya dalam Nahum 1:2, dengan menggunakan metode penafsiran yang Alkitabiah, yaitu melalui proses Eksegesa.



EKSEGESA TEKS
Dalam upaya untuk mengerti dan memahami teks secara jelas dan tepat, maka akan dilakukan penelitian teks dengan cermat terhadap beberapa istilah atau kata yang terdapat dalam teks. Adapun teks yang menjadi pokok penelitian terdapat dalam Nahum 1:2. Penelitian teks akan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah eksegesa yaitu, berdasarkan interpretasi literal, interpretasi historis, interpretasi gramatikal dan interpretasi konteks. Namun sebelum itu, akan dilihat beberapa perbandingan terjemahan.


Perbandingan Terjemahan
Dalam perbandingan terjemahan, diperlukan beberapa terjemahan standar sebagai pembanding untuk melihat beberapa pengertian dari teks yang diteliti. Kalimat yang menjadi fokus pengamatan dalam teks ini sesuai dengan bahasa aslinya (Bahasa Ibrani) yaitu:
hm'_xe l[;b;äW hw"ßhy> ~qEïnO hw"ëhy> ‘~qenOw> aANÝq; laeä:Nahum 1:2
`wyb'(y>aol. aWhß rjEïAnw> wyr"êc'l. ‘hw"hy> ~qEÜnO
Perbandingan terjemahan akan diambil dari versi bahasa indonesia sebagai bahasa sentral yang digunakan dalam tulisan ini dan terjemahan bahasa inggris sebagai bahasa yang bersifat global.

Bahasa Indonesia
Terjemahan versi Indonesia yang umum digunakan ialah Indonesia Terjemahan Baru (ITB) dan Bahasa Indonesia sehari-hari (BIS). Kutipan ITB Nahum 1:2 “TUHAN itu Allah yang cemburu dan pembalas, TUHAN itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. TUHAN itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya.

Kutipan BIS Nahum 1:2 “TUHAN Allah tak mau mempunyai saingan, orang yang melawan-Nya, pasti mendapat hukuman. Dengan sangat murka, Ia membalas dendam kepada mereka”.
Bahasa Inggris
Ada banyak terjemahan dalam versi bahasa inggris namun, akan dibatasi pada dua terjemahan saja yang dianggap dapat membantu dalam penelitian teks yaitu, New international Vertion (NIV) dan King James version (KJV). Terjemahan NIV Nahum 1:2 “The LORD is a jealous and avenging God; the LORD takes vengeance and is filled with wrath. The LORD takes vengeance on his foes and maintains his wrath against his enemies”. Terjemahan KJV Nahum 1:2 “God is jealous, and the LORD revengeth; the LORD revengeth, and is furious; the LORD will take vengeance on his adversaries, and he reserveth wrath for his enemies”.[5]
Dari perbandingan terjemahan diatas, kita bisa melihat adanya ungkapan yang berbeda.ITB menggunakan kata “cemburu dan pembalas” sedangkan dalam BIS menggunakan ungkapan tidak mau punya saingan. Kata “cemburu” artinya merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung, sirik, iri, curiga karena iri hati.[6] Sedangkan “pembalas” memiliki arti: orang yang membalas.[7]Ungkapan tidak mau punya
saingan[8] artinya tidak ingin ada orang yang menyaingi atau pesaing.
NIV menggunakan istilah Jealous dan avenging sedangkan KJV menggunakan istilah Jealous dan revengeth. Untuk istilah cemburu, sama-sama menggunakan kata jealous, sedangkan untuk pembalas masing-masing menggunakan istilah yang berbeda tetapi pengertiannya tetap sama yaitu NIV memakai kata avenging dari kata dasar avenge[9]artinya “pembalas dendam” atau yang membalas dendam” sedangkan KJV memakai kata revengeth dari kata dasar revenge[10] artinya” Pembalasan dendam” atau “membalas dendam.”
Berdasrkan pengertian dari masing-masing istilah keduanya sepakat menyatakan bahwa Tuhan adalah Allah yang cemburu dan pembalas. Tetapi apakah pengertian cemburu dalam teks ini sama dengan pengertian cemburu yang diberikan di atas? Dan mengapa dan kepada siapa Allah melakukan pembalasan? Itulah yang akan diteliti lebih lanjut.


Penelitian Literal dan Historis Istilah
Dalam penelitian Literal dan Historis akan dilihat terjemahan literal dalam bahasa aslinya serta penggunaannya baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Istilah yang akan diteliti merupakan bagian penting dalam kalimat yang harus mendapat perhatian khusus dan penyelesaian yang sesuai
dengan proses eksegesa yang baik dan benar. Dalam hal ini ada dua istilah yang akan diteliti pertama, istilah“cemburu” yang dalam terjemahan aslinya diterjemahkanaANÝq;(Qannô) dan yang kedua “pembalas,” dalam terjemahan aslinya ~qenOw>(wenoqem).


Istilah aANÝq;
IstilahaANÝq;dipahami sebagai kata sifat maskulin tungggal yang diterjemahkan dalam bahasa inggris Jealous[11] dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan “cemburu”[12]. Terjemahan ini tidak mengalami perubahan atau penambahan karena merupakan kata sifat yang absolut.
Dalam Perjanjian Lama, istilah ini muncul dua kali, dan keduanya terdapat di luar kitab Pentateukh yaitu, dalam Nahum 1:2 dan Josua 24:19.[13] Istilah ini dalam kedua teks tersebut digambarkan dalam situasi yang sama, yang latar belakangnya adalah penyembahan berhala yang dilakukan oleh umat Tuhan. Istilah ini dinyatakan sebagai sifat Allah yang hendak menyatakan bahwa Allah tidak ingin umatNya menyembah allah lain selain Dia. Jadi istilah cemburu ini dipakai dalam hubungan antara Allah dan umatNya.
Dalam kitab Pentateukh, ada istilah dengan pengertian yang sama dengan istilahaANÝq;yaituaN"q;.istilahaANÝq;sama penggunaannya dengan istilahaN"q;. Kedua istilah ini sama-sama mengikuti bentuk dari kata kerja piel infinitif.[14] Kedua istilah ini pun jika kita perhatikan penggunaannya, akan kita dapati persamaan latar belakang dari penggunaan kata ini, yaitu menyangkut penyembahan berhala. Bedanya, istilahaN"q;digunakan dalam kitab Pentateukh sedangkan istilahaANÝq;digunakan diluar kitab Pentateukh.[15]Apakah perbedaan penggunaan istilah ini karena dipengaruhi oleh dialeg, hal itu belum diketahui.
Dalam Perjanjian Baru istilahaANÝq;diterjemahkanzhloj(ze¯los) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “giat, semangat, irihati.[16]Orang yang bertindak sebagai pelaku (pribadi yang cemburu) di sebutzhlwth.j (zēlōtēs) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “orang yang fanatik.” Paulus pernah menggunakan istilah ini, dan ia menekankan, bahwa jika orang Kristen bersangkut paut sedikitpun dengan penyembahan berhala, hal itu akan menimbulkan rasa cemburu Allah (1Kor 10:22). Sebagai pelayan umat Allah, Paulus menaruh juga ‘rasa cemburu’ yang sama dengan Allah sendiri, demi kemurnian iman dan kelakuan mereka dan ia menyebutnya dengan istilah “cemburu ilahi” (2 Kor 11:2).
Ia berkata bahwa orang Israel yang tidak percaya akan didorong ke arah ‘kecemburuan ilahi,’ itu selaras dengan Ul 32:21, ketika  mereka melihat bangsa-bangsa menikmati hak-hak istimewa mereka. Ia yakin bahwa kecemburuan seperti itu akan membawa mereka pada akhirnya untuk menuntut tempat mereka yang setepatnya di tengah-tengah umat Allah (Rom 10:19; 11:11).[17]
Kata-kata Ibrani, Yunani dan Indonesia yang dibicarakan bisa juga berarti perasaan yang lain, yaitu keinginan untuk menjaga dan mempertahankan supaya jangan hilang, apa saja yg dimilikinya sendiri. Dalam pengertian ini Allah disebut juga ‘Cemburu.’ sebab Dia mempertahankan hak-Nya sebagai Satu-satunya yang boleh disembah.Karena manusia adalah ciptaanNya dan milik kepunyaanNya yang dipandang berharga olehNya, maka sepatutnyalah manusia menyembah hanya kepadaNya.

Istilah~qenOw>
Istilah~qenOw dipahami sebagai konjungsi, kata kerja qal partisip maskulin tunggal dari akar kata~q;n" dalam terjemahan bahasa Inggris disebut vengeance, revenge,[18] dan dalam bahasa
 Indonesia diterjemahkan “membalas dendam.”[19] Karena istilah ini diawali dengan konjungsiw>maka artinya menjadi “dan membalas dendam atau pembalas”
Istilah ini muncul sebanyak dua kali dalam Perjanjian Lama dan keduanya juga terdapat di luar kitab Pentateukh yaitu, Nahum 1:2 dan Mazmur 99:8.[20] Tetapi istilah ini dalam kedua kitab tersebut digambarkan dalam situasi yang sama namun pada oknum yang berbeda. Dalam Nahum 1:2 pembalasan itu ditujukan kepada musuh Allah (dalam hal ini bangsa lain) tetapi dalam mazmur 99:8 ditujukan kepada umatNya. Tetapi pada prinsipnya yang dibalas oleh Allah ialah perbuatan yang jahat.
Jadi, dalam hal pembalasan, Allah tidak hanya membalas perbuatan jahat dari bangsa lain, tetapi juga terhadap umatNya yang menentang perintahNya pembalasan itu berlaku dan pembalasan itu dinyatakan dalam bentuk hukuman.Sekalipun memang dalam konteks ini, pembalasan itu dinyatakan bagi bangsa Asyur (Kota Niniwe).


Interpretasi gramatikal
Seperti halnya dalam bahasa Indonesia memiliki tata bahasa, demikian pula dalam bahasa Ibrani. Berbeda dengan tata bahasa Indonesia yang diawali dengan subjek, tata bahasa Ibrani diawali dengan predikat. Tata bahasa Ibrani memiliki susunan sebagai berikiut: Predikat, Subjek, objek tak langsung, objek langsung. Berkaitan dengan teks yang menjadi pokok penelitian, perlu ditinjau pengertiannya dengan tata bahasa Ibrani yang telah disebutkan.
Laeä: kata benda maskuklin tunggal: Allah, aANÝq; : kata sifat maskulin tunggal: cemburu,~qenOw>: konjungsi, kata kerja qal partisip maskulin tunggal: dan pembalas,hw"ëhy>: Tuhan,~qEïnO: kata kerja qal partisip maskulin tunggal: yang membalas dendam,hw"ßhy>: Tuhan,l[;b;äW : konjungsi, kata benda maskulin tunggal: Tuhan, Allah,hm'_xe : kata benda feminim tunggal: kemarahan, kegeraman, murka Allah;~qEÜnO : pembalasan dendam;hw"hy>: Tuhan;wyr"êc'l. : preposisi, kata benda konstruck maskulin jamak, dengan akhiran ganti orang ketiga maskulin tunggal: kepada musuh-musuhNya;rjEïAnw>: konjungsi, kata benda qal partisip maskulin tunggal:aWhß : kata ganti orang ketiga maskulin tunggal Nya; wyb'(y>aol.: preposisi, kata kerja qal partisip orang ketiga jamak dengan akhiran tiga masklulin tunggal: memusuhi kepada musuh-musuhNya.[21] Terjemahan: “Tuhan, Allah yang cemburu dan pembalas, Tuhan, Allah yang membalas dendam dan Allah kemarahan, Tuhan pembalas kepada musuh-musuhNya dan memusuhi kepada musuh-musuhNya.” Kata yang diteliti yaituaANÝq; dan‘~qenOw>sama-sama berada pada posisi sebagai predikat sedangkan yang menjadisubjeknya ialahhw"ëhy>(Tuhan). IstilahaANÝq; dan‘~qenOw>keduanya merupakan kata sifat yang hendak menjelaskan karakter atau sifat dari Allah itu sendiri.
Allah memiliki sifat cemburu dan juga pembalas.Memang istilah cemburu yang tercatat dalam teks ini tidak secara langsung dikaitkan dengan objek. Hanya istilah pembalas yang langsung
dikaitkan dengan objek pada frase kedua.Dan yang menjadi objek pambalasan Allah ialah musuh-musuhNya. Namun hal itu akan lebih diperjelas dam konteks teks.

Interpretasi Konteks Teks

Dalam penelitian konteks teks, perlu diperhatikan konteks sebelum dan konteks sesudahnya.Sudah cukup jelas pada ayat 1 bahwa perkataan dalam teks ini disampaikan oleh Nahum orang Elkosh.Dalam teks ini dia hendak menyatakan sifat Allah kepada umatNya.Bahwa Tuhan itu Allah yang cemburu dan pembalas.Memang tidak dikaitkan secara langsung mengenai objek dari kata cemburu ini.Hanya kata pembalas yang disebutkan objeknya yaitu musuh-musuhNya.
Jika kita lihat pada ayat-ayat selanjutnya, terlebih dalam pasal1:14, itu bisa memberikan keterangan mengenai kata cemburu. Ada allah lain yang disembah oleh orang Yehuda yang dibuat oleh mereka berupa patung pahatan dan patung tuangan. Allah sendiri tidak menginginkan umatNya menyembah allah lain dan ia tidak menyukai penyembahan berhala.
Istilah cemburu dalam teks ini dirangkaikan dalam satu kesejajaran dengan istilah pembalas.Pembalasan dalam teks ini ditujukan kepada para lawan dan para musuh Allah.Memang dalam Nahum 1:2 belum disebutkan secara langsung mengenai musuh-musuh Allah.Nanti pada ayat-ayat selanjutnya baru disebutkan, yaitu bangsa Niniwe (2:8).Jadi, dalam konteks teks Nahum 1:2 yang dimaksud dengan para lawan dan para musuh Allah ialah orang-orang Niniwe.Berdasarkan konteks ini dapat kita simpulkan bahwa cemburu Allah itu berlaku atas umatNya sedangkan pembalasan berlaku atas musuh-musuhNya. Namun musuh-musuh Allah bukanlah melulu bangsa lain. Tetapi umat yang memberontak terhadap Allah juga akan menjadi musuh Allah.
Dalam pasal 1:3 disebutkan bahwa “Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang-orang yang bersalah.”Juga dalam ayat 7 dikatakan bahwa “Tuhan itu baik”.Jika dilihat sekilas, hal tersebut terlihat kontras dengan pasal 1:2.Namun tidaklah demikian, sifatNya ini tetap selaras dengan sifatNya yang cemburu.Bukan tanpa alasan Allah menghukum bangsa Niniwe. Telah diketahui bersama bahwa kira-kira seabad sebelumnya nabi Yunus telah menyampaikan seruan Tuhan kepada Niniwe yang merupakan kota terbesar di dunia pada waktu itu.[22]
Orang-orang Niniwe menerima dan percaya pada pemberitaan Yunus tentang pengasihan Tuhan dan mereka mengerti bahwa Tuhan panjang sabar dan memberikan kesempatan kepada merek untuk bertobat. Tetapi tidak lama kemudian, hal itu lambat laun dilupakan dan mereka terjerumus ke dalam kejahatan  yang lebih besar daripada sebelumnya. Jadi lewat teks Nahum 1:2 mereka pun harus tahu bahwa “Tuhan itu Allah yang cemburu dan pembalas,” yakni cemburu akan hakNya atas segala makhluk.[23]Dan Allah tidak sekali-kali membiarkan kejahatan merajalela. Oleh sebab itu, Ia hendak membalas setiap perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang Niniwe terhadap Yehuda bahkan terhadap bangsa-bangsa lain yang mereka tawan.


Kesimpulan Teologis
Dari penelitian-penelitian teks di atas, kita dapat melihat konsep teologis yang terdapat di dalamnya.Tidak dapat ditutupi dan dihindari bahwa “Tuhan itu adalah Allah yang cemburu dan pembalas.” Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ‘cemburu’ dalam teks ini adalah perasaan yang lain, dalam pengertian ini Allah disebut ‘Cemburu’ sebab Dia mempertahankan hak-Nya sebagai Satu-satunya yang boleh disembah. Cemburu di sini dipakai dalam arti semangat Tuhan
untuk melindungi umatNya. Cemburu Allah merupakan keinginan Allah untuk mempertahankan supaya jangan hilang, apa saja yang dimilikinya sendiri sebagai hakNya atas umatNya. Ia pun akan membalas perbuatan jahat orang-orang yang menentang firmanNya.
Allah cemburu bukan berarti Ia iri hati dengan para baal ataupun merasa tersaingi, apalagi takut kalau milikkNya diambil oleh yang lain. Dia cemburu semata-mata karena Ia mengasihi umatNya. Ia tidak ingin umatNya binasa oleh karena perbuatan mereka yang jahat, dengan menyembah allah lain yang sebenarnya bukan Allah. Ia juga tidak menghendaki adanya tindakan-tindakan kekerasan terhadap sesama manusia.
Sifat cemburu dan pembalas yang dicatat dalam Nahum 1:2 merupakan bentuk dari murka Allah. Allah murka oleh sebab Ia cemburu dengan kehidupan umatNya yang tidak lagi fokus kepadaNya sebagai pusat penyembahan. Ia membalas perbuatan tiap-tiap orang menurut keadilanNya. Murka yang dinyatakan Allah sebenarnya adalah bentuk keadilanNya sebaba Allah tidak dapat berkompromi dengan dosa. Oleh sebab itu sangat wajar apabila Ia menghukum orang-orang yang berbuat dosa dan berlaku jahat.
Murka Allah juga tidak menunjukkan bahwa Ia kejam tetapi itu menunjukkan bahwa Ia adalah Allah yang adil. Allah dalam Perjanjian Lama yang menyatakan diriNya kepada umatNya, kepada para nabi dan imam, raja tetaplah sama dengan Allah dalam Perjanjian Baru yang menyatakan diriNya di dalam Yesus Kristus. Jika kita melihat dalam sebuah peristiwa dimana Yesus menyatakan kemarahanNya dengan mengusir orang-orang yang berjual beli dalam Bait Allah dan Ia juga membalikkan meja-meja
penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati. (Mat.  21:12-13). Bahkan sampai masa Perjanjian baru, para penulis Alkitab pun tetap tidak mengabaikan tentang murka Allah. Memang murka Allah ditangguhkan oleh karena pengorbanan Yesus Kristus, tetapi murka itu akan tetap dinyatakan pada masa yang akandatang pada waktu penghakiman dan penghukuman orang-orang yang tidak percaya.


Penerapan Praktis
Gereja saat ini hidup di tengah-tengah kehidupan yang majemuk.Sinkretisme dan pluralisme pun menjadi bagian yang tidak dapat dihindari.Tetapi Gereja harus tetap mampu untuk memerangi hal-hal tersebut. Jika Gereja larut dalam kehidupan yang diwarnai oleh sinkretisme dan pluralisme (pluralisme agama-agama) dan menganggap bahwa semuanya sama saja, maka Gereja sudah tidak lagi menunjukkan keunikan dan kebenaran Allah di dalam Yesus Kristus. Hal tersebut bisa membuat Allah pada akhirnya murka terhadap Gereja karena tidak lagi menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya tentang Allah.karena itu, Gereja harus memerangi sinkretisme dan pluralisme.
Perkembangan dunia yang semakin modern pun kerap kali membuat orang-orang pada akhirnya kehilangan fokus kepada Allah.Mungkin praktek penyembahan berhala dalam kehidupan gereja saat ini tidak terlihat seperti yang dilakukan umat Israel dan bangsa-bangsa lain dalam Perjanjian Lama.Tetapi saat ini lebih cenderung kepada berhala-berhala modern seperti alat-alat elektronik (Hand Phone, TV, Laptop, Media internet dan lain sebagainya). Dalam konteks ibadah, banyak orang lebih fokus kepada alat-alat elektronik dibandingkan fokus kepada Allah sebagai pusat penyembahan. Sehingga alat-alat tersebut menjadi
 berhala bagi mereka. Bahkan dalam pergulan muda-mudi, pacarpun bisa jadi berhala bagi pasangannya.
Penyembahan berhala bukanlah semata ketika manusia menyembah patung ataupun allah lain tetapi, ketika fokus dari sesorang tidak lagi terpaut sepenuhnya kepada Allah, dan lebih fokus kepada hal-hal lainnya, itu sama dengan penyembahan berhala dan hal itu bisa membuat Allah cemburu dan pada akhirnya menjadi murka.
Oleh sebab itu, Gereja harus tetap berani mengungkapkan kebenaran tentang Allah dengan seimbang baik kasihNya maupun murkaNya.Ketika mengajarkan atau mengkhotbahkan tentang kasihNya maka murkaNya pun harus disampaikan, tidak boleh ditutupi agar jemaat pun memiliki pemahaman yang benar dan bersifat Alkitabiah tentang Allah.
Pemahaman yang Alkitabiah tentang murka Allah, harus dapat terus diupayakan untuk dapat dimiliki oleh setiap pribadi yang telah hidup dalam Yesus dizaman kasih karunia ini, teristimewa untuk para hamba Tuhan (para pelayan khusus).Sehingga mampu mempertanggungjawabkan dengan benar kepada setiap orang yang meminta pertanggungjawaban, serta dapat merombak pemahaman yang keliru yang tidak berakar teguh pada firman Allah.








[1]Mahasiswa Tingkat Akhir (dalam tanggungjawab  sebagai Asisten Dosen Theologi Perjanjian Lama).

[2] J. I. Packer, Knowing God,pen., Johny The (Yogyakarta: ANDI, 2008), 185.

[3]“Universalisme” dalam KBBI adalah aliran yang melipiputi segala-galanya.Sebuah paham yang dianggap bidat karena cukup meresahkan gereja.Asal mula paham ini adalah dari seorang tokoh gereja abad kedua yang bernama Origen (185-254).
[4] Yakub B. Susabda, Mengenal dan Bergaul Dengan Allah, (Batam: Gospel Press, 2002), 185.

[5] Bible Work 7.0

[6] Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa, “cemburu” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), 256.

[7] Ibid, “pembalas,” hal., 125

[8]Ibid, “Saingan,” hal., 1202.

[9] John M. Echols & Hassan Shadily, “avenge” dalam Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), 47.

[10] Ibid, “revenge,” hal., 484.
[11] William L. Holladay, A Concise Hebrew and Aramic Lexicon of The Old Testament (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1998), 320.      

[12] Carl A. Reed, Diktat kuliah: Kamus Bahasa Ibrani-Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia. 2003. 99.

[13] __________, “aANÝq;dalam A New Concordance of The Bible,pen., Abraham Even-Shoshan (Jerusalem: “Kiryat Sefer” Publishing House LTD, 1989),1022.
[14] Coppes Leonard J.,aANÝq; &aN"q";dalam Theological Wordbook of the Old Testament, pen., R. Laird Haris, Gleason L. Archer, Bruce K. Waltke (Chicago: Moody Press, 1981), II:803-804.

[15] Ibid, hal., 803.

[16] Barclay M. Newman Jr.,zhlojdalam Kamus Yunani Indonesia,pent., John Miller & Gerry van Kliken (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 73.
[17] Sabda 4.0

[18] William L. Holladay, A Concise Hebrew and Aramic Lexicon of The Old Testament (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1998), 245.

[19] Carl A. Reed, Diktat kuliah: Kamus Bahasa Ibrani-Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia. 2003. 85.
[20] __________, ~qenOw>dalam A New Cocordance of The Bible,pen., Abraham Even-Shoshan (Jerusalem: “Kiryat Sefer” Publishing House LTD, 1989), 780.
[21] Pradis 5.0
[22]__________, “Nahum” dalam Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan,pen., Donald C. Stamps (Malang: Gandum Mas, 2012), 1440.

[23] J. Sidlow Baxter, “Nahum” dalam Menggali Isi Alkitab,pen., Sastro Soedirdjo (Jakarta: BPK gunung Mulia, 1983), II:402.